Pengalaman Naik Haji Dik Doank Menyaksikan Bulan Sabit Berthawaf

Ia mengaku saat berangkat haji tidak memiliki kemampuan materi maupun pengetahuan agama yang cukup. Ia hanya yakin, panggilan haji dari Allah SWT telah sampai pada dirinya, maka ia harus berangkat.

Hampir setiap Muslim yang pernah menunaikan ibadah haji kerap memiliki catatan kehidupan yang tak akan dilupakannya. Begitu pula yang dialami Raden Rizki Mulyawan Kertanegara Hayang Denda Kusuma. Seniman, artis, dan presenter yang lebih dikenal dengan nama Dik Doank ini berbagi kisahnya kepada Republika.

Dik Doank menunaikan ibadah haji tahun 2000 dengan menggunakan haji reguler. Ia tergabung dalam kloter 25 bersama 500 orang jamaah lain, yang rata-rata usianya di atas 50 tahun. Dik yang saat itu berusia 32 tahun, merupakan jamaah termuda di rombongannya.Pria kelahiran Jakarta, 21 September 1968, ini mengaku banyak melihat hal-hal indah. Ia pun kerap menyaksikan kejadian luar biasa dalam hidupnya ketika memenuhi panggilan Allah SWT. Suatu ketika, menjelang waktu Ashar, ia terus memandangi Ka’bah.

Saat itu saya bertanya dan berdoa, meminta kepada Allah SWT  agar menunjukkan hal ghaib yang kerap didengarnya dari guru maupun buku-buku agama. ”Saya bertanya kepada Allah SWT. Ya Allah, bukankah para Malaikat dan Nabi ikut berthawaf. Ya Allah tunjukkanlah di langit ini kekuasaan-Mu,” ujarnya mengenang permintaannya di depan Ka’bah delapan tahun lalu itu. Tiba-tiba, setelah selesai berdoa langit di atas Ka’bah menjadi hitam pekat. Tanpa berpaling ke arah lain, Dik terus menatapi langit itu.

Memasuki waktu Maghrib, ia ditunjukkan kekuasaan Allah SWT seperti yang dimintanya. ”Bulan sabit membentuk barisan yang melingkar. Pertama jumlahnya 10, 20, dan bertambah banyak. Bulan sabit dan sesuatu berjubah putih membentuk jamaah seperti Malaikat yang sedang berthawaf,” ungkap Dik, sambil memegangi tangan kirinya yang bulu tangannya berdiri, merinding. Hal ghaib yang disaksikannya itu terjadi antara waktu Maghrib ke Isya. Pemilik sekolah alam Kandank Jurank Doank ini, seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Lantas, ia pun menanyakan hal itu pada rekan satu rombongan yang kala itu berada di sebelahnya. Namun, rekan serombongannya itu tak melihat apa yang disaksikan Dik. Merasa bertambah heran dan penasaran, ia bertanya pada salah seorang ulama besar yang menjadi pemimpin kloternya. Tapi, sang ulama enggan menjawab. Pemimpin kloternya itu hanya memberikan sebuah buku berisi hal-hal yang berkaitan dengan ibadah haji. Dik lantas membaca dan memfokuskan konsentrasinya pada salah satu bab ihwal mutiara haji. Di lembaran itulah ia mendapatkan jawabannya.

Dalam buku yang dibacanya, di situ tertera bahwa Allah SWT  akan memberi berkah kepada hamba-Nya saat berada di Tanah Haram dalam tiga kondisi tertentu. Yakni kondisi ketika shalat di depan Ka’bah, thawaf di depan Ka’bah, atau ketika memandangi Ka’bah. Setelah membaca buku itu, Dik bersemangat dan berharap bisa menyaksikan kejadian ghaib itu lagi. Keesokan harinya, ia kembali terus memandangi Ka’bah. ”Tapi, tidak ada. Gak nemu-nemu lagi,” tuturnya.Pada kesempatan lain, ia pun memiliki pengalaman menarik selama berada di Tanah Haram. Alumnus Institut Kesenian Jakarta ini mengaku saat berhaji cuaca di Arab Saudi panas, gersang, dan tidak bersahabat.

Kendati demikian ia selalu merindukannya. Namun, Dik menambahkan, kendati suatu saat memiliki rezeki lebih, atau ada orang lain yang ingin membiayai untuk kembali berhaji, kemungkinan besar Dik akan menolaknya.Dik beralasan, ia memiliki keyakinan ibadah haji cukup dilakukannya satu kali saja. Pertimbangannya, masih banyak orang di desa atau di pelosok-pelosok yang menjual tanah, rumah, kerbau, atau menjual harapannya hanya untuk menunaikan rukun Islam kelima ini. Karena itu, pria berdarah Sunda ini menilai kurang tepat jika seorang Muslim yang pernah berhaji, mengulanginya lagi hingga beberapa kali.

”Tapi kalau umrah saya mau,” ujarnya. Menurutnya, seorang Muslim yang telah berhaji dan memiliki kesempatan untuk mengulanginya lagi, lebih baik kesempatan itu diberikan kepada orang tua, guru agama, atau orang-orang saleh lain yang belum berhaji. ”Atau mungkin lebih baik uangnya kita berikan ke fakir miskin, anak yatim, atau saudara kita yang lebih membutuhkan,” ungkap suami Mirna Yuanita ini.

Ayah dari Prata, Geddi, dan Putti ini menilai, haji adalah panggilan Allah. Tinggal bagaimana seorang Muslim menyikapi panggilan itu. Ia sendiri mengaku saat berangkat haji tidak memiliki kemampuan materi maupun pengetahuan agama yang cukup. Ia hanya yakin, panggilan haji dari Allah telah sampai pada dirinya, maka ia harus berangkat.

Panjang lebar Dik menceritakan, saat berangkat kondisi keuangannya tidak mendukung. Tapi bintang iklan sebuah operator seluler ini memiliki prinsip bahwa Allah SWT pasti akan memberi ujian bagi hambanya yang akan dipanggil berhaji. Ujian itu bisa datang sebelum, saat, maupun setelah berhaji.

Bagi Dik, ujian itu sendiri dianggapnya sebagai suatu keberkahan. Ujian yang dialaminya ketika di Tanah Haram ia nikmati. ”Waktu kelaparan, masih banyak orang yang lebih lapar dari saya. Susah, masih banyak yang susah dari saya. Jadi dinikmati saja,” ujar Dik yang ketika di Tanah Suci kerap menyapu, mencuci piring, dan berusaha melayani jamaah lain yang didominasi orang lanjut usia.



PT ARMINAREKA PERDANA SURABAYA
Penyelenggara Perjalanan Umroh & Haji Plus sejak 1990
Izin Umroh D/146 th 2012 & Izin Haji Plus D/230 th 2012
Kantor Perwakilan Surabaya - Jawa Timur
Divisi Marketing Lima Utama Sukses
Konsorsium Juanda Surabaya
Jl. Semolowaru Elok AL 2
031-7111 3345
www.arminarekajatim.blogspot.com

KANTOR PUSAT PT ARMINAREKA PERDANA
Gedung Menara Salemba Lt.V
Jl.Salemba Raya No.05 Jakarta Pusat 10440
Telp: 021.3984 2982, 3984 2964 
Fax : 021.3984 2985
www.arminarekaperdana.com    

0 komentar:

Posting Komentar